Biografi Erik H Erikson
Erik Erikson dilahirkan pada 15 Juni 1902 di Danish dekat kota Frankfurt, Jerman. Sejak lahir ia sudah tidak punya ayah karena orangtuanya telah berpisah sehingga Erik dibesarkan oleh ibunya. Mereka pindah ke Karlsruhe lalu ibunya menikah dengan dr. Homburger yang berkebangsaan Jerman, ayah kandung Erik sendiri orang Denmark. Saat itu Erik berusia 3 th dan pada awal remaja ia mengetahui bahwa nama sisipan diberikan karena Homburger adalah ayah tirinya. Erik tidak dapat menyelesaikan sekolah dengan baik karena ketertarikannya pada berbagai bidang khususnya seni dan pengetahuan bahkan ia sempat berpetualang sebagai artis dan ahli pikir di Eropa tahun 1920-1927. Identitas religius awalnya ialah Yudaisme sebagai warisan keluarga tetapi Erikson kemudian memilih Kristen Lutheran.
Pada tahun 1927 sampai tahun 1933, Erikson bergabung dengan lembaga pendidikan Psikoanalisis Sigmund Freud’s untuk mengajar anak sehingga ia berkenalan dengan psikoanalisa Frued melalui Ana Freud. Tahun 1929 Erik menikah dengan gadis Kanada, Joan Serson. Karena ketertarikannya pada dunia anak dan pendidikan, Erikson melanjutkan studi non-formal sampai akhirnya menjadi profesor dan mengajar tetap di California sejak 1939. Ia mendirikan klinik analisis anak, menekuni dunia pendidikan, serta menulis buku-buku. Erikson telah menemukan Identitas baru dengan multiragamnya, kemudian ia meninggal pada tahun 1994.
TEORI
Erikson adalah seseorang psikologi-ego Freudian. Ini berarti ia membenarkan dan menerima gagasan-gagasan Freud, termasuk gagasan tentang oedipal Complex yang sampai sekarang masih sering diperdebatkan. Dia juga menerima ide-ide yang berkaitan dengan ego yang ditambahkan oleh para penganut Freudian yang lain seperti Heinz hartmann. Akan tetapi teori Erikson lebih tertuju pada masyarakat dan kebudayaan jika dibandingkan Teori freud lainnya. Ini terjadi karna dia adalah seorang ilmuwan yang punya ketertarikan antropologis yang sangat besat, bahkan dia sering meminggirkan masalah insting dan alam bawah sadar. Mungkin karena inilah Erikson dikenal luas baik di kalangan Freudian maupun non Freudian.
Erikson menjadi terkenal karena upayanya memperbaiki dan memperluas teori tahapan yang dicetuskan Freud. Dia mengatakan bahwa pertumbuhan berjalan berdasarkan prinsip Epigenetik. Prinsip ini menyatakan bahwa kepribadian kita berkembang melalui delapan tahap. Satu tahap ditentukan oleh keberhasilan atau ketidakberhasilan tahap sebelumnya. Persis seperti bunga mawar, masing-masing kembangnya mekar pada waktu dan dengan arah tertentu yang secara ilmiah telah ditentukan secara genetic. Jika kita campur tangan dalam proses alamiah ini, misalnya dengan membuka paksa putik mawar, itu berarti kita menggagalkan proses perkembangan secara keseluruhan.
Setiap tahapan memiliki tugas-tugas perkembangan sendiri-sendiri yang pada hakikatnya bersifat psikososial. Walaupun Erikson tetap mengikuti tradisi Freudian yang menyebutkan tugas-tugas tersebut dengan krisis, namun pengertian yang dipakai Erikson sudah sangat khusus. Sebagai contoh, sewaktu di sekolah dasar, anak-anak harus belajar dengan rajin dan bekerja keras, dan sifat inilah yang diajarkan dalam interaksi social yang begitu kompleks di sekolah dan di rumahnya pada usia itu.
Setiap tahap juga memiliki waktu optimal tertentu, kalau satu tahap berhasil dilewati dengan baik, kita akan memperoleh beberapa kelebihan atau daya tahap psikososial yang akan membantu kita melewati tahap-tahap selanjutnya dalam kehidupan. Sebaliknya jika gagal melewati satu tahap dengan baik, kita mungkin akan tumbuh dengan maladaptation dan malignansi yang membahayakan perkembangan selanjutnya. Selain Erikson juga memiliki pandangan khusus tentang hubungan antargenerasi, yang kita sering sebut hubungan timbal-balik (mutuality) Dengan sangat jelas, Freud telahmenyatakan bahwa orang tua mempengaruhi perkembangan anaknya. Kemudian Erikson menambahkan bahwa anak-anak pun juga mempengaruhi perkembangan kejiwaan orangtua mereka. Misalanya, kelahiran seorang anak ke dalam kehidupan sepasang suami-istri pasti mengubah kehidupan orangtuanya dan menggiring keduanya ke dalam tahap perkembangan kejiwaan yang baru.
Perkembangan kepribadian
Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erik Erikson merupakan salah satu teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Bersama dengan Sigmund Freud, Erikson mendapat posisi penting dalam psikologi. Hal ini dikarenakan ia menjelaskan tahap perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut usia; satu hal yang tidak dilakukan oleh Freud. Selain itu karena Freud lebih banyak berbicara dalam wilayah ketidaksadaran manusia, teori Erikson yang membawa aspek kehidupan sosial dan fungsi budaya dianggap lebih realistis.
Teori Erikson dikatakan sebagai salah satu teori yang sangat selektif karena didasarkan pada tiga alasan, yaitu :
I. Pertama, karena teorinya sangat representatif dikarenakan memiliki kaitan atau hubungan dengan ego yang merupakan salah satu aspek yang mendekati kepribadian manusia.
II. Kedua, menekankan pada pentingnya perubahan yang terjadi pada setiap tahap perkembangan dalam lingkaran kehidupan,
III. Ketiga, adalah menggambarkan secara eksplisit mengenai usahanya dalam mengabungkan pengertian klinik dengan sosial dan latar belakang yang dapat memberikan kemajuan dalam perkembangan kepribadian didalam sebuah lingkungan.
Melalui teorinya Erikson memberikan sesuatu yang baru dalam mempelajari mengenai perilaku manusia dan merupakan suatu pemikiran yang sangat maju guna memahami persoalan/masalah psikologi yang dihadapi oleh manusia pada jaman modern seperti ini. Oleh karena itu, teori Erikson banyak digunakan untuk menjelaskan kasus atau hasil penelitian yang terkait dengan tahap perkembangan, baik anak, dewasa, maupun lansia.
Erikson dalam membentuk teorinya secara baik, sangat berkaitan erat dengan kehidupan pribadinya dalam hal ini mengenai pertumbuhan egonya. Erikson berpendapat bahwa pandangan-pandangannya sesuai dengan ajaran dasar psikoanalisis yang diletakkan oleh Freud. Jadi dapat dikatakan bahwa Erikson adalah seorang post-freudian atau neofreudian. Akan tetapi, teori Erikson lebih tertuju pada masyarakat dan kebudayaan. Hal ini terjadi karena dia adalah seorang ilmuwan yang punya ketertarikan terhadap antropologis yang sangat besar, bahkan dia sering meminggirkan masalah insting dan alam bawah sadar. Oleh sebab itu, maka di satu pihak ia menerima konsep struktur mental Freud, dan di lain pihak menambahkan dimensi sosial-psikologis pada konsep dinamika dan perkembangan kepribadian yang diajukan oleh Freud. Bagi Erikson, dinamika kepribadian selalu diwujudkan sebagai hasil interaksi antara kebutuhan dasar biologis dan pengungkapannya sebagai tindakan-tindakan sosial. Tampak dengan jelas bahwa yang dimaksudkan dengan psikososial apabila istilah ini dipakai dalam kaitannya dengan perkembangan. Secara khusus hal ini berarti bahwa tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir sampai dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang berinteraksi dengan suatu organisme yang menjadi matang secara fisik dan psikologis. Sedangkan konsep perkembangan yang diajukan dalam teori psikoseksual yang menyangkut tiga tahap yaitu oral, anal, dan genital, diperluasnya menjadi delapan tahap sedemikian rupa sehingga dimasukkannya cara-cara dalam mana hubungan sosial individu terbentuk dan sekaligus dibentuk oleh perjuangan-perjuangan insting pada setiap tahapnya.
Pusat dari teori Erikson mengenai perkembangan ego ialah sebuah asumsi mengenai perkembangan setiap manusia yang merupakan suatu tahap yang telah ditetapkan secara universal dalam kehidupan setiap manusia. Proses yang terjadi dalam setiap tahap yang telah disusun sangat berpengaruh terhadap “Epigenetic Principle” yang sudah dewasa/matang. Dengan kata lain, Erikson mengemukakan persepsinya pada saat itu bahwa pertumbuhan berjalan berdasarkan prinsip epigenetic. Di mana Erikson dalam teorinya mengatakan melalui sebuah rangkaian kata yaitu :
1) Pada dasarnya setiap perkembangan dalam kepribadian manusia mengalami keserasian dari tahap-tahap yang telah ditetapkan sehingga pertumbuhan pada tiap individu dapat dilihat/dibaca untuk mendorong, mengetahui, dan untuk saling mempengaruhi, dalam radius soial yang lebih luas.
2) Masyarakat, pada prinsipnya, juga merupakan salah satu unsur untuk memelihara saat setiap individu yang baru memasuki lingkungan tersebut guna berinteraksi dan berusaha menjaga serta untuk mendorong secara tepat berdasarkan dari perpindahan didalam tahap-tahap yang ada.
Dalam bukunya yang berjudul “Childhood and Society” tahun 1963, Erikson membuat sebuah bagan untuk mengurutkan delapan tahap secara terpisah mengenai perkembangan ego dalam psikososial, yang biasa dikenal dengan istilah “delapan tahap perkembangan manusia”. Erikson berdalil bahwa setiap tahap menghasilkan epigenetic. Epigenetic berasal dari dua suku kata yaitu epi yang artinya “upon” atau sesuatu yang sedang berlangsung, dan genetic yang berarti “emergence” atau kemunculan. Gambaran dari perkembangan cermin mengenai ide dalam setiap tahap lingkaran kehidupan sangat berkaitan dengan waktu, yang mana hal ini sangat dominan dan karena itu muncul , dan akan selalu terjadi pada setiap tahap perkembangan hingga berakhir pada tahap dewasa, secara keseluruhan akan adanya fungsi atau kegunaan kepribadian dari setiap tahap itu sendiri. Selanjutnya, Erikson berpendapat bahwa tiap tahap psikososial juga disertai oleh krisis. Perbedaan dalam setiap komponen kepribadian yang ada didalam tiap-tiap krisis adalah sebuah masalah yang harus dipecahkan. Konflik adalah sesuatu yang sangat vital dan bagian yang utuh dari teori Erikson, karena pertumbuhan dan perkembangan antar personal dalam sebuah lingkungan tentang suatu peningkatan dalam sebuah sikap yang mudah sekali terkena serangan berdasarkan fungsi dari ego pada setiap tahap.
Erikson percaya “epigenetic principle” akan mengalami kemajuan atau kematangan apabila dengan jelas dapat melihat krisis psikososial yang terjadi dalam lingkaran kehidupan setiap manusia yang sudah dilukiskan dalam bentuk sebuah gambar Di mana gambar tersebut memaparkan tentang delapan tahap perkembangan yang pada umumnya dilalui dan dijalani oleh setiap manusia secara hirarkri seperti anak tangga. Di dalam kotak yang bergaris diagonal menampilkan suatu gambaran mengenai adanya hal-hal yang bermuatan positif dan negatif untuk setiap tahap secara berturut-turut. Periode untuk tiap-tiap krisis, Erikson melukiskan mengenai kondisi yang relatif berkaitan dengan kesehatan psikososial dan cocok dengan sakit yang terjadi dalam kesehatan manusia itu sendiri.
Seperti telah dikemukakan di atas bahwa dengan berangkat dari teori tahap-tahap perkembangan psikoseksual dari Freud yang lebih menekankan pada dorongan-dorongan seksual, Erikson mengembangkan teori tersebut dengan menekankan pada aspek-aspek perkembangan sosial. Melalui teori yang dikembangkannya yang biasa dikenal dengan sebutan Theory of Psychosocial Development (Teori Perkembangan Psikososial), Erikson tidak berniat agar teori psikososialnya menggantikan baik teori psikoseksual Freud maupun teori perkembangan kognitif Piaget. Ia mengakui bahwa teori-teori ini berbicara mengenai aspek-aspek lain dalam perkembangan. Selain itu di sisi lain perlu diketahui pula bahwa teori Erikson menjangkau usia tua sedangkan teori Freud dan teori Piaget berhenti hanya sampai pada masa dewasa.
Meminjam kata-kata Erikson melalui seorang penulis buku bahwa “apa saja yang tumbuh memiliki sejenis rencana dasar, dan dari rencana dasar ini muncullah bagian-bagian, setiap bagian memiliki waktu masing-masing untuk mekar, sampai semua bagian bersama-sama ikut membentuk suatu keseluruhan yang berfungsi. Oleh karena itu, melalui delapan tahap perkembangan yang ada Erikson ingin mengemukakan bahwa dalam setiap tahap terdapat maladaption/maladaptif (adaptasi keliru) dan malignansi (selalu curiga) hal ini berlangsung kalau satu tahap tidak berhasil dilewati atau gagal melewati satu tahap dengan baik maka akan tumbuh maladaption/maladaptif dan juga malignansi, selain itu juga terdapat ritualisasi yaitu berinteraksi dengan pola-pola tertentu dalam setiap tahap perkembangan yang terjadi serta ritualisme yang berarti pola hubungan yang tidak menyenangkan. Menurut Erikson delapan tahap perkembangan yang ada berlangsung dalam jangka waktu yang teratur maupun secara hirarkri, akan tetapi jika dalam tahap sebelumnya seseorang mengalami ketidakseimbangan seperti yang diinginkan maka pada tahap sesudahnya dapat berlangsung kembali guna memperbaikinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar