Pada akhir abad ke- 18 sampai awal abad ke- 20 pada masa penjajahan Belanda, di Indonesia bahasa melayu pasar yang biasa digunakan oleh penduduk mulai berbaur dengan bahasa Belanda. Berawal dari bahasa komunikasi yang digunakan oleh keluarga dalam lingkungan “Indische landshuizen”, yang selanjutnya digunakan oleh golongan Indo – Belanda yang lalu berkembang di Batavia. Sedangkan di Jawa Tengah dan Jawa Timur perpaduan bahasa hanya terjadi pada sebagian masyarakat pendukung kebudayaan Indis. Perpaduan ini menghasilkan bahasa campuran yang disebut bahasa Pijin yang pada umumnya digunakan oleh orang-orang keturunan Belanda dengan Ibu Jawa, Keturunan Cina, dan Timur Asing.
Secara etimologis, kata pijin berasal dari Bahasa Inggris Business yang berarti perdagangan. Kata ini merupakan ragam yang penting sebagai bahasa bantu dalam sebuah kontak bahasa. Karena pengaruh substratum Cina, kemungkinan perkembangan bahasa pijin adalah sebagai berikut : / business / > / pizin / >pizin / > / pizin / > / pidgin / > / pijin /.
Pemakaian Bahasa Pijin didunia tergantung dari persyaratan yang berhubungan dengan politik, kebudayaan, sosial, geografi, ekonomi, dan psikologi. Tidak ada bahasa Pijin standar. Bahasa Pijin umumnya muncul karna keadaan kebahasaan darurat. Ekpansi kolonialisme dan imperialism Eropa mengakibatkan bangsa Eropa dan penduduk asli memiliki kebutuhan untuk berkomunikasi. Penduduk setempat tidak memahami bahasa pendatang tetapi mereka mencoba untuk memahami.
Bangsa Eropa. Misalnya, menyederhanakan tata bahasa mereka agar lebih mudah berkomunikasi dengan penduduk setempat, dan penduduk aslipun melakukan hal yang sebaliknya juga agar mereka dapat berkomunikasi dengan pendatang walau secara terpatah-patah. Bahasa campuran ini lahir dari dua kontak kebudayaan yang berbeda, nantinya bahasa yang mempunyai prestise tinggi akan berkembang menjadi penyumbang bahasa yang dominan. Berdasarkan sistem tersebut, sebuah sistem bahasa Pijin akan muncul. Bahasa tersebut akan penjadi bahasa Pijin bila bahasa tersebut menjadi behasa Ibu bagi kedua belah pihak.
Seperti Bahasa Pijin bahasa Kreol pun dapat diuraikan secara Etomologis-terminologis. Istilah Creole dalam bahas inggris berasal dari bahasa Spanyol yang berarti “Kreolis, Asli”. Istilah Kreol / Kreolis ini pertama – tama digunakan di pulau- pulau West Indies Prancis dan juga di Louisiana untuk menmyebut bahasa yang digunakan para budak. Bahasa Kreol dapat didefinisikan sebagai Berikut
”Bahasa Kreol Terbentuk jika suatu sistem komunikasi yang pada awalnya merupakan bahasa Pijin menjadi bahasa Ibu suatu Masyarakat”
Bahasa hasil campuran orang-orang Belanda dan orang Jawa ini lazim disebut Peetjoek. Bahasa Peetjoek di Batavia (sekarang Jakarta) mengandung unsure bahasa Melayu dan bahasa Cina, sedangakan bahsa Peetjoek di Bandung mengandung unsur Bahasa Sunda, begitu juga di daerah Jawa tengah, Jawa Timur dan sekitarnya yang mengandung unsur Bahasa Jawa dan Bahasa Madura untuk Jawa Surabaya. Diseluruh wilayah Hindia – Belanda Bahasa Peetjoek mendapatkan pengaruh Bahasa Melayu karena sebelum Belanda datang ke Indonesia, Bahasa melayu di Indonesia sudah digunakan sebagai Lingua Franca.
Kehadiran bangsa Belanda di Indonesia memunculkan perpaduan dua Budaya, dan bahasa Peetjoek ini digunakan oleh orang-orang papa atau miskind an ornag belanda yang tidak diakui (armere en nieterkende Nederlander), Bahasa Peetjoek ini juga digunakan oleh anak – anak Indo dan anak – anak dari golongan terpandang, tetapi untuk digunakan diluar rumah karna didalam rumah mereka harus menggunakan bahsa Belanda sopan.
Kata Peetjoek menurut De Gruiter, tidak pernah ia dengar dimasa kanak – kanak di semarang, tetapi di Surabaya dan Batavia sanagt terkenal, untuk semarang kata Peetjoek dikenal dengan Kroyo. Dalam kamus Pigeaud, Peetjoek disebut sebagai berikut :
“of Peetjoek (soort van) aalscholver, cormoraan, landa-gewestelijk (grof) (gemeene) Indo (Europeaan)”
Berikut ini adalah contoh bahasa Peetjoek di Semarang dalam bentuk Percakapan :
Percakapan antara laki – laki dan perempuan.
“Hallo Lien, Jij naar waar ?”
“Naar kamp sinees. “
“Soeken ivat?”
“water eropees”
Bahasa Belanda yang benar adalah sebagai berikut,
“Hallo Lien, waar ga jij heen?”
“Naar het Chinizen-kamp”
“wat zoek je dan?”
“mineraalwater”
Dalam Bahasa Jawa Bahasa tersebut menjadi seperti ini :
“Hallo, kowe menyang endi?”
“Menyang kampung Cina”
“Ngolek apa?”
“Banyu Landa”
[“Hallo Lien, kamu mau kemana ?”
“mau ke kampong Cina”
“cari apa?”
“Air Belanda (sulingan)”]
Didalam percakapan tersebut, kata bahasa belanda digunakan tetapi kata-kata itu juga digunakan oleh masyarakat Belanda keturanan (Indo – Belanda) dan orang Jawa. Jelas bahwa bahasa Belanda sopan tidak dipahami, dan susunan tata bahasanya pun lebih dekat kebahasa Jawa sebagai “bahasa ibu” yang banyak digunakan di Jawa.
Ada dugaan pada abad ke- 20, bahasa melayu pasar sudah mantap, bahsa ini berawal dari keluarga-keluarga Indis, terutama yang tinggal didaerah Pesanggrahan (Indische Landhuizen). Bahsa ini kemudian digunakan oleh golongan Indo – Belanda, bahasa ini tumbuh dipinggiran Batavia dan diadaptasi menjadi bahasa komunikasi kamu Betawi sekarang, yang kemudian semakin meluas karna digunakan oleh surat kabar yang dirintis oleh kalangan peranakan Cina. Perkembangan persurat kabaran ini muncul seiring dengan budaya kota (urban culture) seperti cerita bersambung atau novel yang banyak dimuat di majalah – majalah bulanan, karya seperti ini lazim disebut The Marginal Literature .
Karya – karya sastera marjinal atau pinggiran tersebut semula menggunakan bahasa Melayu-Betawi karna memnag diawali di Batavia. Lalu kesasteraan ini berkembang didaerah yang peranakan Cinanya cukup banyak seperti, Surabaya, Sem``arang, dan Bandung. Dari kota-kota tersebut bahasa Melayu – Betawi berubah menjadi bahasa Peetjoek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar